Berbuat Sesukamu Menghilangkan Rasa Malu

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ.  [رواه البخاري

“Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry radhiallahuanhu dia berkata, Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah:  Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka.” (HR. Bukhari).

Malu merupakan syariat yang telah disepakati oleh para nabi dan tidak terhapus ajarannya. Malu merupakan sikap yang tepat manakala seseorang memiliki kesalahan dan bentuk kesopanan dalam bermasyarakat.

Malu merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Jika seseorang telah meninggalkan rasa malu, sangat sulit kebaikan yang ada pada dirinya dapat menjadi hikmah bagi orang lain. Malu yang dimaksudn adalah malu jika melakukan maksiat, malu terhadap suatu kesalahan yang diperbuat kepada sesama, dan lain sebagainya.

Malu merupakan landasan akhlak mulia dan selalu bermuara kepada kebaikan. Siapa yang banyak malunya lebih banyak kebaikannya, dan siapa yang sedikit rasa malunya semakin sedikit kebaikannya. Jka seseorang tidak malu dalam berbuat keburukan serta tidak memiliki etika ketika bermuasyarah bersama masyarakat, tidak mengetahui keadaan sekitar, tidak mengerti kebiasaan sosial yang telah terbentuk pada penduduk setempat, itulah yang disebut sedikit kebaikannya.

Akan tetapi, jika seseorang tidak malu untuk bertanya jika tidak mengetahui sesuatu, tidak malu dalam menuntut ilmu, tidak malu untuk menolong dan meluruskan sesama, hal tersebut bukanlah masuk dalam bagian yang tercelal jika seseorang mengerjakannya.

Hari ni krisis malu sudah mulai merebah dikalangan masyarakat. Apa yang dianggap buruk mudah sekali untuk diputar balikkan menjadi suatu kebaikan. Apa yang dipandang buruk oleh syariat sangat mudah distigmakan menjadi ancaman yang dapat membahayakan kehidupan.

Rasa malu merupakan prilaku dan dapat dibentuk. Maka setiap orang yang memiliki tanggung jawab hendaknya memperhatikan bimbingan terhadap mereka yang menjadi tanggung jawabnya.

Tidak ada rasa malu dalam mengajarkan hukum-hukum agama serta menuntut ilmu dan kebenaran. Allah ta’ala berfirman: “Dan Allah tidak malu dari kebenaran“ (33 : 53).

Di antara manfaat rasa malu adalah ‘Iffah (menjaga diri dari perbuatan tercela) dan Wafa’ (menepati janji). Rasa malu juga merupakan cabang iman yang wajib diwujudkan. Untuk itu apa yang menjadi pr masyarakat sekaran -malu- haruslah menjadi koreksi bersama agar segal sesuatu dapat dipertimbangkan sebelum dikerjakan.

Malu, Ajaran Para Nabi Yang Tak Pernah Sirna

Ajaran para nabi, sejak nabi pertama hingga nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan ada yang tidak. Di antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal ini menunjukkan bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama. Oleh karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam.

Ulama berbeda pendapat dalam memahami sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam: “berbuatlah sesukamu”, sebagian memahami sebagai perintah dan sebagian yang lain memahami bukan sebagai perintah. Ulama yang memahami sebagai perintah, menjelaskan bahwa jika sesuatu yang hendak diperbuat tidak mendatangkan rasa malu maka lakukanlah sesuai dengan yang diinginkan. Dan ulama yang memahami bukan sebagai perintah, ada dua penjelasan yaitu:

1.     Maknanya sebagai ancaman. Ancaman bagi yang tidak memiliki rasa malu yang berbuat memperturutkan hawa nafsunya.

2.     Maknanya sebagai berita. Memberitakan barang siapa yang tidak memiliki rasa malu pasti akan berbuat sesuka hatinya.

3.     Semua pendapat di atas memiliki kemungkinan benar.

Sabdanya “kalimat kenabian yang pertama”, maksudnya ialah bahwa rasa malu selalu terpuji dan dipandang baik, selalu diperintahkan oleh setiap nabi dan tidak pernah dihapuskan dari syari’at para nabi sejak dahulu.

Sabda beliau : “berbuatlah sekehendakmu”, mengandung dua pengertian, yaitu : pertama, berarti ancaman dan peringatan keras, bukan merupakan perintah, sebagaimana sabda beliau : “Lakukanlah sesuka kamu”

Makna diatas  juga berarti ancaman, sebab kepada mereka telah diajarkan apa yang harus ditinggalkan. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang menjual khamr maka hendaklah dia memotong-motong daging babi”. Maksud dari hadits diatas adalah majas yang Rasulullah sebutkan yang menunjukkan larangan dan tidak berarti bahwa beliau membenarkan melakukan hal semacam itu.

Pengertian kedua ialah hendaklah melakukan apa saja yang kamu tidak malu melakukannya, seperti halnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Malu itu sebagian dari Iman”.

Maksud malu di sini adalah malu yang dapat menjauhkan dirinya dari perbuatan keji dan mendorongnya berbuat kebajikan. Demikian juga bila malu dapat mendorong seseorang meninggalkan perbuatan keji kemudian melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka malu semacam ini sederajat dengan iman karena kesamaan pengaruhnya pada seseorang. Wallaahu a’lam.[]

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *